Minggu, 11 Oktober 2015

Isbat Nikah, Pengakuan Negara dan Agama

“Saya terima Nikah anak bapak dengan mas Kawin tersebut tunai” Ujar Lelaki itu mantab, peluh terlihat dari dahinya.
“Bagaimana para saksi? Sah?” Tanya suara yang lain.
“Sah” Sahut yang lain kompak.

Prosesi akad nikah yang berlangsung di KUA (Kantor Urusan Agama) Ulee Kareng itu berakhir tak lama setelah kedua pasangan suami istri baru itu menandatangani akta nikah.
UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia merumuskan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tanggga) yang bahagia dan kekel berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Fiqih yang mengatur  hal ihwal perkawinan disebut  Fiqh Munakahat. Munakahat ini termasuk dalam ruang lingkup Muamalah secara umum yang mengatur hubungan antara sesama manusia.

Alasan Masuknya Munakahat ini dalam ruang lingkup Muamalah karena ian memang mengatur hubungan suami istri dab antara keduanya dengan anak-anak yang lahir dalam kehidupan keluarga selain itu kajian tentang pernikahan ini sendiri sangatlah luas karena menyangkut tentang hubungan-hubungan yang terbentuk karena sebuah perkawinan itu sendiri.
Menurut Undang-Undang Pernikah tahun 1974  bahwa sahnya sebuah pernikahan itu ditentukan oleh agama dan kepercayaan masing-masing pihak sehingga apabila telah memenuhi rukun dan syarat sebuah perkawinan selain itu perkawinan yang sah itu juga harus dicatat oleh pemerintah sesuai dengan pasal 2 ayat (2) tentang pencatatan perkawinan.
Akta nikah inilah nanti yang menjadi bukti kuat bahwa telah terjadi pernikahan dan dokumen yang memiliki kedudukan penting dihadapan hukum. Unsur pokok dalam sebuah pernikahan adalah pasangan laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad nikah, Keberadaan wali yang nantinya melangsungkan akat nikah tersebut, dua orang saksi yang melihat pernikahan itu secara langsung dan mahar. Namun dalam fiqih kekinian adanya sebuah pencatatan atau akta nikah juga menjadi hal yang penting.

 Prof. Dr. Syahrizal Abbas. MA,  Kepala Dinas Syariat Islam Aceh menyebutkan  “Pencatatan nikah ini memang belum ada dalam Fiqih klasik namun sudah diatur dalam Fiqih moderen”.  “sehingga pemerintah merasa bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan terhadap mereka yang sudah melakukan pernikahan yang sah secara syar’i untuk mendapatkan pengakuan negara dengan membuat akta pernikahan tersebut” Tambahnya lagi.
“Pencatatan itu adalah tambahan saja, kalau sudah mencukupi syarat dan rukunnya sebuah perkawinan itu telah sah” Ungkap Drs.Tgk.H. Ghazali Mohd Syam, ketua MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh). “namun menurut tata hukum indonesia harus ada pencatatan itu pada akta nikah sehingga nanti semua kebutuhan ister dan anak itu terpenuhi”Ujarnya lagi.
Peraturan tambahan atau bersifat tawtsiqiy  ini dilakukan dengan tujuan agar pernikahan di kalangan ummat Islam tidak liar, tetapi tercatat pada buku register Akta Nikah yang dibuat oleh pihak yang berwenang untuk itu yang diatur dalam peraturan perundangan administrasi negara.

Fatwa Jad al-Haq Ali salah seorang ulama Mesir mengatakan  tanpa memenuhi peraturan perundang-undangan pun, secara syar’iy nikahnya sudah dianggap sah, apabila telah melengkapi segala syarat dan rukun seperti diatur dalam Syari’at Islam. Namun Syekh Al-Azhar  ini juga mengigatkan dalam fatwanya bahwa setiap warga negara tidak boleh seenaknya mengabaikan UU yang telah dibuat oleh negaranya , beliau juga menegaskan bahwa perauran perundangan yang mengatur pernikahan adalah hal yang mesti dilaksanakan setiap muslim yang mengadakan perkawinan, sebagai antisipasi bilamana diperlukan berurusan dengan lembaga peradilan.

Kitab Al-Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu karya Wahbah Al-Zulaily membagi syarat nikah menjadi dua yaitu syarat Syar’iy dan Syarat Tauysiqy. Syarat Syar’iy berbicara tentang keabsahan nikah yang dalam hal ini dilihat dari terpenuhinya syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh ketentuan agama. Sedangkan syarat Tautsiqy merupakan sesuatu yang telah dirumuskan yang kemudian menjadi bukti suatu tindakan atau perbuatan tersebut.

Pentingnya pencatatan nikah ini menurut Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs.H. Jufri Ghalib, SH., MH, dikarenakan oleh Pencatatan perkawinan akan menimbulkan kemaslahatan umum karena dengan pencatatan ini akan memberikan kepastian hukum terkait dengan hak-hak suami/isteri, kemaslahatan anak maupun efek lain dari perkawinan itu sendiri.  “Perkawinan yang dilakukan di bawah pengawasan atau di hadapan Pegawai Pencatat Nikah/Kantor Urusan Agama akan mendapatkan Akta Nikah sebagai bukti telah dilangsungkannya sebuah perkawinan”Tambahnya kemudian.

Akta Nikah merupakan akta autentik karena Akta Nikah tersebut dicatat dihadapan pegawai pencatat nikah yang merupakan pejabat yang berwenang untuk melakukan pencatatan sesuai peraturan pemerintah No 9 Tahun 1975 serta dibuat di Kantor Urusan Agama (KUA) atau tempat pegawai pencatat nikah. Namun walaupun Undang - undang mengharuskan adanya bukti perkawinan berupa akta nikah namun masih ada juga pasangan suami istri yang telah menikah tetapi tidak mempunyai kutipan Akta Nikah.

“Biasanya Orang menyebut nikah tanpa adanya akta itu adalah Nikah Sirih” Ungkap Tgk Ghazali Mohd syam. “Namun nikah sirih itu ada 2, yaitu yang sah dan tidak sah karena kurangnya rukun nikah”katanya lagi.

Menurut ketua MPU Aceh ini ada beberapa sebab yang membuat orang malas mencatatakan pernikahannya seperti mempunyai keinginan melakukan poligami “ namun di Aceh ada juga yang melakukannya karena kondisi  seperti ketika konflik, tsunami atau juga karena alasan ekonomi”.  “namun juga harus diingat apakah pernikahan sebelumnya yang dilakukan sudah sah atau belum harus di verifikasi sebelum nantinya melakukan Isbat Nikah” pesannya.

 “Terkait masalah Isbat nikah it bukanlah hal yang baru di Aceh, pasti banyak masyarakat yang sudah mengetahuinya” Tambah salah satu tokoh ulama Aceh ini lagi. hal yang sama juga diungkapkan oleh Jufri Ghalib bahwa pengesahan atau itsbat nikah diperlukan untuk pencatatan terhadap nikah yang belum dicatat dan nikah yang dapat diitsbatkan adalah nikah yang sah.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7  ayat (2) menyebutkan “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akad nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama”. Sementara itu pasal 7 ayat (3) berbunyi: isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; b. Hilangnya Akta Nikah; c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974; e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974

Itsbat sendiri berasal dari kata Bahasa Arab yang berarti penetapan, pengukuhan, pengiyaan yang kemudian diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi isbat. Kamus besar Bahasa Indonesia merumuskan bahwa Isbat Nikah adalah penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah. Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang. Rumusan ini diambil dari Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan.

Perintah pencatatan nikah sendiri dalam hukum islam, setidaknya dapat dilihat pada dua alasan, yaitu qiyas dan maslahah mursalah. Pada pencatatan kegiatan Mudayanah dalam situasi tertentu diqiyaskan pada surat Al - Baqarah ayat 282 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...” sehingga dapat diambil pendapat bahwa Apabila akad hutang piutang atau hubungan kerja yang lain harus dicatatkan, mestinya akad nikah yang begitu luhur, agung, dan sakral lebih utama lagi untuk dicatatkan.

Akad nikah bukanlah muamalah biasa namun adalah perjanjian yang sangat kuat seperti yang dimuat dalam surat An-Nisa’ ayat 21 yang artinya “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” Sementara itu jika dilihat dari Maslahah mursalah atau sesuatu yang tidak dilarang dan juga tidak ada dalam syariat namun hadir atas dasar kebutuhan masyarakat, Kemaslahatan merupakan salah satu prinsip penerapan hukum dalam islam sehingga isbat nikah merupakan sebuah kemaslahatan yang diperlukan oleh masyarakat.

PERMENAG No. 3 Tahun 1975 yang dalam pasal 39 ayat 4 menentukan bahwa jika KUA tidak bisa membuatkan duplikat akta nikah karena catatannya telah rusak atau hilang atau karena sebab lain, maka untuk menentukan adanya nikah, talak, cerai, atau rujuk, harus ditentukan dengan keputusan (dalam arti penetapan) Pengadilan Agama. “Kewenangan Mahkamah Syar'iyah dalam menangani permohonan itsbat nikah sama dengan kewenangan Pengadilan Agama di Provinsi lain baik berdasarkan kompetensi absolut maupun kompetensi relatif” Ujar Ketua Mahkamah Syar’iyah, Jufri Ghalib.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2002 telah menentukan kewenangan Mahkamah Syar'iyah untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara dalam bidang : Ahwalul al-Syakhshiyah, Mu'amalah dan Jinayah. “Adapun itsbat nikah termasuk dalam bidang ahwalul al-syakshiyah”lanjutnya lagi.

Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh juga memberi  penjelasan tentang ketentuan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan dan peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tatacara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Hal ini dilakukan menurut Jufri Ghalib untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara Nasional guna memberi perlindungan dan pengakuan terhadap penetuan status pribadi dan status hukum atas peristiwa kependudukan serta peristiwa penting yang dialami penduduk dan dengan memperhatikan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi mengenai kepastian identitas hukum bagi pasangan suami isteri yang tidak tercatat di KUA dimana pasangan yang ingin mencatat perkawinannya di KUA memerlukan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama, “sedangkan mayoritas permohonan itsbat nikah yang diajukan masyarakat ke Pengadilan Agama melalui pelayanan terpadu adalah masyarakat tidak mampu secara financil maka dikeluarkalah Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor Tahun 2004 tentang Tatacara Pelayanan dan Pemeriksaan Perkara Volunter Intsbat Nikah dalam Pelayanan Terpadu” tuturnya lagi.

“Tanpa bermaksud menutup kemungkinan alasan yang lain, biasanya orang memohon penetapan itsbat nikah karena ingin mendapatkan kutipan buku nikah bagi mereka yang pernikahannya belum terdaftar, untuk melengkapi dokumen lampiran dalam pengurusan pensiun bagi mereka yang buku nikahnya telah hilang” cerita Jufri Ghalib saat ditanya tentang alasan pasangan melakukan Isbat Nikah, Alasan lainnya diungkapkan oleh Hj.Ainal Mardhiah, S.Sos, MM  Kepala Dinas Registrasi Kependudukan Aceh, bahwa Akta nikah itu nantinya menjadi salah satu syarat penerbitan Akta Kelahiran bagi anak. “Akta itu penting untuk pengurusan dokumen lainnya nanti, sehingga juga nantinya hak-hak anak itu terlindungi” tambah kepala dinas paling bungsu di Aceh itu.

“Mereka yang selama ini tidak memiliki Kartu Keluarga karena tidak mempunyai Buku Nikah, setelah adanya penetapan isbat nikah  akan mudah mengurus Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran anak-anak mereka sehingga sudah tidak kesulitan untuk masuk sekolah, tidak hanya itu calon jamaah haji yang tidak mempunyai Buku Nikah sangat terbantu dengan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama untuk mengurus paspor”Jelas Ainal Mardhiah tersenyum.

Kepastian Hukum yang ditimbulkan oleh adanya isbat nikah kepada status perkawinan serta status anak akan memberikan kepastian hukum juga terkait harta pernikahan itu, sehingga dengan adanya isbat penyelesaian sengketa harta pernikahan dapat merujuk kepada perundang undangan yang ada. “ketika hak isteri dan anak tidak terpenuhi, mereka juga nantinya yang paling dipermasalahkan terkait hak hak faraid (warisan)” papar Ketua MPU Aceh.

Di Aceh paska Konflik dan Tsunami didapatkan halsil penelitian bahwa banyaknya masyarakat yang sudah menikah namun tidak mencatatkan diri atau tidak mempunyai akta perkawinan. “Pemerintah Aceh dalam hal ini mengambil sebuah tindakan untuk melindungi rakyatnya dengan pelaksanaan Isbat Nikah Terpadu” Ungkap Syahrizal Abbar, Kepala Dinas Syariat Islam. “ini sangat penting dan juga bentuk perlindungan yang diberikan” tuturnya lagi.

***
Isbat Nikah Massal dan Terpadu

Selasa tanggal 26 Mei 2015 suasana kantor Bupati Pidie Jaya lebih ramai dari biasanya. Hari ini akan dilakukan sidang Isbat pernikahan terhadap beberapa pasangan suami istri. Setelah melakukan verifikasi, akhirnya 25 pasangan yang akan melakukan persidangan terpadu perdana yang dananya diambil dari kas daerah Aceh. Namun nantinya 25 pasangan yang terdaftar hanya 24 yang menghadiri acara yang difasilitasi oleh Dinas Syariat Islam tersebut.

Menurut Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA “Kegiatan ini merupakan Program Pemerintah Aceh untuk memberikan perlindungan Hukum terhadap Korban Konflik, Tsunami dan juga fakir miskin untuk mendapatkan Akta perkawinan dan Akta kelahiran.”pernikahan yang sah menurut hukum agama namun tidak mempunyai dokumen resmi tidak mendapatkan pengakuan dari negara memiliki efek juga nantinya” Tambah dosen ini lagi.

Isbat Nikah terpadu ini memberikan pelayanan secara One day service dan Free Service. Tidak hanya itu saat itu Mahkamah Syar’iyah, Departemen Agama serta Dinas Registrasi penduduk dihardirkan sekaligus. Kegiatan serupa nantinya juga akan dilaksanakan di Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya.

“Sebenarnya Isbat nikah terpadu ini direncanakan dapat dilaksanakan pada tahun 2014 namun karena keterbatasan dana tertunda setahun” kata Dr. Ali Hamdan MA, Kabid Urais dan Binsyar Kanwil Departemen Agama Aceh . “Awalnya ada LSM Logika yang memberikan data hasil penelitian mereka setelah Tsunami  tentang adanya warga masyarakat yang tidak mempunyai akta nikah, jumlahnya pada saat itu ada 3.705 pasangan yang tersebar di Kabupaten Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Timur dan Aceh Tengah” Sambungnya lagi.

Mengangap penting mengenai isu hasil penelitian tersebut Kanwil Depag Aceh mengirim tim ke Jakarta untuk membahas masalah ini lebih lanjut dengan kementerian Agama. Usulan diterima lalu melalui kantor KUA kecamatan pendataan ulangpun dilakukan “ ada 11.788 yang berkeinginan mendapatkan akta nikah, namun baru 2.181 yang terpenuhi”Ungkap Ali Hamdan.

Prosedur pelaporan dilakukan secara berjenjang yaitu kantor urusan agama di kecamatan melaporkan ke kantor Departemen Agama di Kabupaten/Kota kemudian ke Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Aceh dan terakhir akan dilaporkan kepada Dinas Syariat Islam selaku fasilitator pelaksanakan Isbat nikah secara terpadu.

Kabupaten Aceh Barat Daya adalah lokasi pertama pelaksanaan Isbat nikah massal dan terpadu namun saat itu masih menggunakan dana dari anggaran Kabupaten belum menggunakan uang yang dikeluarkan olehPemerintah Aceh. Pelaksanaannya ketika itu di bantu oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat. Program ini dianggap penting karena “membantu pasangan yang telah menikah tanpa akta mendapatkan hak mereka sebagai warga negara terlebih lagi jika anak mereka nantinya ingin melanjutkan jenjang pendidikan”tutur Ali Hamdan Lagi. Isbat nikah terpadu dilakukan dikarena waktu konflik dan Tsunami banyak kantor KUA yang tidak berfungsi.



2.181 buku nikah yang sudah dikeluarkan sampai pertengahan tahun 2015 ini nantinya akan ada permintaan pertambahan jika permintaan melebihi. “kalau untuk isbat nikah terpadu ini sudah pengecualian karena ada dalam permintaan yang khusus, untuk tahun ini ada 400 buku yang diangarkan”terang Ali Hamdan.

Pada hari dilaksanakan Isbat Nikah para pasangan yang sudah menikah itu akan melewati tiga meja. meja pertama adalah persidangan untuk mendapatkan amar putusan pembuktian bahwa telah menikah sesuai hukum agama Islam yang diselengarakan oleh Mahkamah Syar’iyah, lalu ke meja pencatatan akta nikah (buku nikah) yang diselengarakan oleh Departemen Agama (KUA) yang terakhir tempat untuk membuat akta kelahiran anak oleh Disbudukcapil  (Dinas Registrasi Kependudukan Aceh).

Ketua Mahkamah Syar’iyah Drs. H. Jufri Ghalib, SH., MH menjelaskan tupoksinya yang terkait dengan itsbat nikah, yaitu menaksir biaya perkara isbat nikah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, melakukan regestrasi perkara permohonan itsbat nikah yang telah memenuhi syarat, menetapkan hakim yang bersidang untuk setiap perkara, menjadwalkan hari sidang, melakukan panggilan pemohon untuk sidang. “kemudian  menyelenggarakan persidangan pada hari yg telah ditentukan untuk mendengar dan mengkomfirmasi permohonan itsbat nikah pada pemohon, mendengar saksi-saksi yang diajukan oleh pemohon dan mengeluarkan penetapan itsbat nikah dengan menyerahkan satu examplar salinannya kepada Pemohon sebagai dasar untuk pendaftaran nikahnya pada KUA Kecamatan setempat” katanya lagi.

Pada tanggal 26 mei 2015 itu tidak hanya KUA yang mengeluarkan Akta Nikah, namun ada juga 54 Akte kelahiran yang diterbitkan kepada putra-putri pasangan yang hadir. “Biasanya akte kelahiran itu tidak bisa dikeluarkan begitu saja tetap saja harus memenuhi syarat dan kemudian di verifikasi yang waktu bisa mencapai sebulanan tergantung pada pemenuhan syarat”Ungkap Hj. Ainal Mardhiah, S.Sos, MM.

Terkait penyediaan blangko akte kelahiran Ainal Mardhiah mengakui bahwa bahwa setiap tahunnya penyediaan sudah terpenuhi “namun dikarenakan ada isbat nikah terpadu ini blangkonya diperbanyak dan akan diterus dipantau dan dilihat sehingga kalau sudah habis langsung dikirim lagi”. “karena masih ada beberapa kabupaten dan kota lainnya yang akan melaksanakan dan dimasing-masing tempat ada 25 pasangan maka blangko akan terus dipenuhi sesuai kebutuhan”Sambungnya lagi.

Adanya KK (Kartu Keluarga), KTP dan adanya catatan kelahiran oleh saksi apakah orang tersebut membantu proses kelahiran, mengetahui kelahiran anak seperti keluarga atau tokoh masyarakat merupakan syarat yang diperlukan untuk mengeluarkan sebuah akte kelahiran. “Masyarakat sangat antusias dengan adanya proses isbat nikah terpadu ini selain tanpa biaya namun proses yang cepat menambah baiknya respon yang diberikan”kata Ainal Mardhiah. Menurutnya walaupun seluruh pembuatan dokumen kependudukan itu gratis setelah adanya UU No 24 tahun 2013 namun untuk mengelar sidang isbat nikah ada biaya yang harus diberikan kepada pengadilan yang nantinya terkait dana persidangan diluar persidangan.

Hal yang serupa juga disampaikan Jufri Ghalib terkait dengan dana yang harus dikeluarkan terkait digelarnya sidang Isbat Nikah.” Mengenai biaya yang diperlukan untuk disetor ke rekening biaya perkara pada bank yang ditunjuk oleh Mahkamah Syar'iayah (MS) setempat berikut rinciannya” Terang Jufri Ghalib. Pada persidangan isbat nikah biasanya biaya yang yang harus dikeluarkan yaitu:
a. Biaya pendapatan negara nontax (PNBP) yang harus disetor ke kas
negara, terdiri dari :
 biaya pendaftaran Rp 30.000,-
 biaya redaksi Rp 5000,-
b. Biaya materai Rp 6000,-
c. Biaya ATK Rp 50.000,-
d. Biaya panggilan pemohon, terdekat Rp 75.000,- terjauh Rp 150.000,- (wilayah Mahkamah Syar’iyah (MS) Calang ). Besarannya tidak sama untuk setiap MS, tergantung pada Penetapan Biaya Perkara yang dibuat oleh Ketua MS yang berlaku untuk wilayah yurisdiksinya masing-masing untuk jangka waktu minimal satu tahun.

Hal lainnya yang perlu diketahui terkait isbat nikah:
a.       Permohonan itsbat nikah harus diajukan oleh kedua belah pihak (suami dan isteri) secara langsung.
  b.  Perkara volunter itsbat nikah yang diperiksa dan dilaksanakan dalam pelayanan terpadu dapat disidangkan dengan Hakim Tunggal.
  c.  Jurusita dapat menyerahkan relaas panggilan sidang kepada para pemohon secara kolektif melalui instansi / pelaksana yang bertanggungjawab melaksanakan pelayanan terpadu.
d. Untuk pembukuan biaya panggilan, yang dimasukkan dalam buku jurnal adalah panggilan radius terjauh / tersulit, apabila radiusnya sama maka hanya salah satu biaya panggilan sedangkan yang lain diisi nihil.
e.  Permohonan perkara voluntair itsbat nikah yang dikabulkan langsung mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) sesaat setelah penetapan tersebut diucapkan.

Pentingnya kebutuhan dokumen terkait pernikahan membuat Pemerintah sangat peduli terhadap tersediannya dokumen pernikahan selain itu terus perlunya ada pembekalan kepada penyuluh agama di gampong-gampong tak hanya kepada da’i saja.”kita selalu mencoba meyakinkan masyarakat bahwa setiap perbuatan hukum dalam syariat juga mengikut sertakan hukum agama”ujar Syahrizal Abbas.”menurut data yang diperoleh hampir lima ribu pasangan di Aceh menikah tidak tercatat namun nikah isbat nikah terpadu pada tahun 2015 hanya tersedia dana untuk 150 KK saja sedangkan nantinya di tahun 2016 jumlahnya akan dipertimbangkan lagi” lanjutnya lagi.

Pembatasan jumlah ini dikarena isbat nikah terpadu mempunyai sistem yang berbeda. Isbat nikah biasa permohonannya langsung diajukan oleh pemohon ke Mahkamah Syar'iyah dan sidangnya dilakukan di kantor Mahkamah Syar'iyah atau tempat lain yang ditentukan oleh Mahkamah Syar'iyah dalam kegiatan sidang keliling (sidang di luar gedung pengadilan). “Sedangkan itsbat nikah terpadu pelaksanaan dan pembiayaannya dikoordinir oleh Pemerintah Daerah atau Lembaga Swadaya Masyarakat secara terpadu untuk mempercepat proses penerbitan identitas hukum kepada masyarakat di mana intansi terkait yang berwenang seperti Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, KUA yang dikoordinir Kementerian Agama Kab/Kota dan Mahkamah Syar'iyah Kab/Kota bekerja satu atap dalam sebuah tim di tempat
yang telah disepakati sebelumnya”papar Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh.

Kabid Urais dan Binsyar Kanwil Depag Aceh mengharapkan masyarakat yang belum memiliki akta nikah untuk segara melapor “Jangan ragu.” Hal yang serupa juga disampaikan oleh kepala Dinas Syariat Islam Aceh “kepada masyarakat harap melapor kepada kantor depag kabupaten atau kota.” “kepada semua stekholder juga memberi pemahaman bahwa penyediaan dokumen hukum ini sangat penting sehingga demi kemaslahatan bersama untuk juga mengangarkan dana disetiap kabupaten dan kota” lanjutnya lagi.

Ketua Mahkamah Syar’iyah juga menghimbau kepada masyarakat yang kutipan buku nikahnya sudah hilang atau rusak akibat kebakaran, kebanjiran, tsunami atau dimakan rayap untuk segera meminta duplikatnya di KUA Kec tempat ia melangsungkan nikah. Apabila di kantor KUA tidak ditemukan lagi data pernikahannya maka segera mengajukan permohonan itsbat nikah ke Mahkamah Syar’iyah supaya setelah mendapatkan penetapan isbat nikah dapat didaftarkan ulang dan dikeluarkan kutipan buku nikah baru oleh KUA. Sedangkan bagi mereka yang belum sempat mendaftarkan nikahnya di KUA akibat konflik dan gangguan keamanan maka segera mengajukan permohonan isbat nikah secara terpadu atau biasa. “Untuk diketahui bahwa pelayanan itsbat nikah secara terpadu hanya dilaksanakan pada masa tanggap darurat saja dengan batas waktu tertentu dalam rangka melayani itsbat nikah terhadap pernikahan yang berlangsung pada saat konflik atau di tempat yang KUA nya tidak berfungsi karena bencana alam atau sebab lainnya”Sambung Jufri Ghalib lagi.

Ainul Mardhiah selaku Kepala Dinas Registrasi Kependudukan Aceh juga berpesan kepada masyarakat yang belum mempunyai akta kelahiran dapat mendaftarkan anaknya ke Disdukcapil dengan cara membawa semua persyaratan yang diperlukan atau melaporkan melalui kantor Keuchik di gampongnya. “harus diingat bahwa kemungkinan terburuk karena tidak tercatatnya dokumen hukum ini adalah haknya sebagai warga negara bisa tidak terpenuhi atau bahkan lebih buruk lagi bisa kehilangan status kewarganegaraannya” lanjut Ainul Mardhiah di akhir wawancara. [] Khiththati.

Not : Tulisan ini sudah dimuat pada Majalah Santunan Edisi 2 Juli 2015

2 komentar:

  1. Assalamualaikum kak :D
    Boleh minta emailnya kak? :)> Salam kenal saya Sally dari Aceh tamiang :)

    BalasHapus