“Saya terima Nikah anak bapak dengan
mas Kawin tersebut tunai” Ujar Lelaki itu mantab, peluh terlihat dari dahinya.
“Bagaimana para saksi? Sah?” Tanya
suara yang lain.
“Sah” Sahut yang lain kompak.
Prosesi akad nikah yang berlangsung di
KUA (Kantor Urusan Agama) Ulee Kareng itu berakhir tak lama setelah kedua
pasangan suami istri baru itu menandatangani akta nikah.
UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia
merumuskan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tanggga) yang bahagia dan kekel berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Fiqih yang
mengatur hal ihwal perkawinan
disebut Fiqh Munakahat. Munakahat ini
termasuk dalam ruang lingkup Muamalah secara umum yang mengatur hubungan antara
sesama manusia.
Alasan Masuknya Munakahat ini dalam
ruang lingkup Muamalah karena ian memang mengatur hubungan suami istri dab
antara keduanya dengan anak-anak yang lahir dalam kehidupan keluarga selain itu
kajian tentang pernikahan ini sendiri sangatlah luas karena menyangkut tentang
hubungan-hubungan yang terbentuk karena sebuah perkawinan itu sendiri.
Menurut Undang-Undang Pernikah tahun
1974 bahwa sahnya sebuah pernikahan itu
ditentukan oleh agama dan kepercayaan masing-masing pihak sehingga apabila
telah memenuhi rukun dan syarat sebuah perkawinan selain itu perkawinan yang
sah itu juga harus dicatat oleh pemerintah sesuai dengan pasal 2 ayat (2)
tentang pencatatan perkawinan.
Akta nikah inilah nanti yang menjadi
bukti kuat bahwa telah terjadi pernikahan dan dokumen yang memiliki kedudukan
penting dihadapan hukum. Unsur pokok dalam sebuah pernikahan adalah pasangan
laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad nikah, Keberadaan wali yang
nantinya melangsungkan akat nikah tersebut, dua orang saksi yang melihat
pernikahan itu secara langsung dan mahar. Namun dalam fiqih kekinian adanya
sebuah pencatatan atau akta nikah juga menjadi hal yang penting.
Prof. Dr. Syahrizal Abbas. MA, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh menyebutkan “Pencatatan nikah ini memang belum ada dalam Fiqih
klasik namun sudah diatur dalam Fiqih moderen”.
“sehingga pemerintah merasa bertanggung jawab dalam memberikan
perlindungan terhadap mereka yang sudah melakukan pernikahan yang sah secara
syar’i untuk mendapatkan pengakuan negara dengan membuat akta pernikahan
tersebut” Tambahnya lagi.
“Pencatatan itu adalah tambahan saja,
kalau sudah mencukupi syarat dan rukunnya sebuah perkawinan itu telah sah”
Ungkap Drs.Tgk.H. Ghazali Mohd Syam, ketua MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama
Aceh). “namun menurut tata hukum indonesia harus ada pencatatan itu pada akta nikah
sehingga nanti semua kebutuhan ister dan anak itu terpenuhi”Ujarnya lagi.
Peraturan tambahan atau bersifat
tawtsiqiy ini dilakukan dengan tujuan
agar pernikahan di kalangan ummat Islam tidak liar, tetapi tercatat pada buku
register Akta Nikah yang dibuat oleh pihak yang berwenang untuk itu yang diatur
dalam peraturan perundangan administrasi negara.
Fatwa Jad al-Haq Ali salah seorang
ulama Mesir mengatakan tanpa memenuhi
peraturan perundang-undangan pun, secara syar’iy nikahnya sudah dianggap sah,
apabila telah melengkapi segala syarat dan rukun seperti diatur dalam Syari’at
Islam. Namun Syekh Al-Azhar ini juga
mengigatkan dalam fatwanya bahwa setiap warga negara tidak boleh seenaknya
mengabaikan UU yang telah dibuat oleh negaranya , beliau juga menegaskan bahwa
perauran perundangan yang mengatur pernikahan adalah hal yang mesti
dilaksanakan setiap muslim yang mengadakan perkawinan, sebagai antisipasi
bilamana diperlukan berurusan dengan lembaga peradilan.
Kitab Al-Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu
karya Wahbah Al-Zulaily membagi syarat nikah menjadi dua yaitu syarat Syar’iy
dan Syarat Tauysiqy. Syarat Syar’iy berbicara tentang keabsahan nikah yang
dalam hal ini dilihat dari terpenuhinya syarat dan rukun yang telah ditetapkan
oleh ketentuan agama. Sedangkan syarat Tautsiqy merupakan sesuatu yang telah
dirumuskan yang kemudian menjadi bukti suatu tindakan atau perbuatan tersebut.
Pentingnya
pencatatan nikah ini menurut Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs.H. Jufri
Ghalib, SH., MH, dikarenakan oleh Pencatatan perkawinan akan menimbulkan
kemaslahatan umum karena dengan pencatatan ini akan memberikan kepastian hukum
terkait dengan hak-hak suami/isteri, kemaslahatan anak maupun efek lain dari
perkawinan itu sendiri. “Perkawinan yang
dilakukan di bawah pengawasan atau di hadapan Pegawai Pencatat Nikah/Kantor
Urusan Agama akan mendapatkan Akta Nikah sebagai bukti telah dilangsungkannya
sebuah perkawinan”Tambahnya kemudian.
Akta
Nikah merupakan akta autentik karena Akta Nikah tersebut dicatat dihadapan
pegawai pencatat nikah yang merupakan pejabat yang berwenang untuk melakukan
pencatatan sesuai peraturan pemerintah No 9 Tahun 1975 serta dibuat di Kantor
Urusan Agama (KUA) atau tempat pegawai pencatat nikah. Namun walaupun Undang -
undang mengharuskan adanya bukti perkawinan berupa akta nikah namun masih ada
juga pasangan suami istri yang telah menikah tetapi tidak mempunyai kutipan
Akta Nikah.
“Biasanya
Orang menyebut nikah tanpa adanya akta itu adalah Nikah Sirih” Ungkap Tgk
Ghazali Mohd syam. “Namun nikah sirih itu ada 2, yaitu yang sah dan tidak sah
karena kurangnya rukun nikah”katanya lagi.
Menurut
ketua MPU Aceh ini ada beberapa sebab yang membuat orang malas mencatatakan
pernikahannya seperti mempunyai keinginan melakukan poligami “ namun di Aceh
ada juga yang melakukannya karena kondisi seperti ketika konflik, tsunami atau juga
karena alasan ekonomi”. “namun juga
harus diingat apakah pernikahan sebelumnya yang dilakukan sudah sah atau belum
harus di verifikasi sebelum nantinya melakukan Isbat Nikah” pesannya.
“Terkait masalah Isbat nikah it bukanlah hal
yang baru di Aceh, pasti banyak masyarakat yang sudah mengetahuinya” Tambah
salah satu tokoh ulama Aceh ini lagi. hal yang sama juga diungkapkan oleh Jufri
Ghalib bahwa pengesahan atau itsbat nikah diperlukan untuk pencatatan terhadap
nikah yang belum dicatat dan nikah yang dapat diitsbatkan adalah nikah yang
sah.
Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pasal 7 ayat (2)
menyebutkan “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akad nikah,
dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama”. Sementara itu pasal 7 ayat
(3) berbunyi: isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka
penyelesaian perceraian; b. Hilangnya Akta Nikah; c. Adanya keraguan tentang
sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; d. Adanya perkawinan yang
terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974; e. Perkawinan yang dilakukan
oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974
Itsbat
sendiri berasal dari kata Bahasa Arab yang berarti penetapan, pengukuhan,
pengiyaan yang kemudian diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi isbat. Kamus
besar Bahasa Indonesia merumuskan bahwa Isbat Nikah adalah penetapan tentang
kebenaran (keabsahan) nikah. Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan
yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat
oleh KUA atau PPN yang berwenang. Rumusan ini diambil dari Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan.
Perintah
pencatatan nikah sendiri dalam hukum islam, setidaknya dapat dilihat pada dua
alasan, yaitu qiyas dan maslahah mursalah. Pada pencatatan kegiatan Mudayanah
dalam situasi tertentu diqiyaskan pada surat Al - Baqarah ayat 282 yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...” sehingga dapat
diambil pendapat bahwa Apabila akad hutang piutang atau hubungan kerja yang
lain harus dicatatkan, mestinya akad nikah yang begitu luhur, agung, dan sakral
lebih utama lagi untuk dicatatkan.
Akad
nikah bukanlah muamalah biasa namun adalah perjanjian yang sangat kuat seperti
yang dimuat dalam surat An-Nisa’ ayat 21 yang artinya “Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan
yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil
dari kamu perjanjian yang kuat.” Sementara itu jika dilihat dari Maslahah
mursalah atau sesuatu yang tidak dilarang dan juga tidak ada dalam syariat
namun hadir atas dasar kebutuhan masyarakat, Kemaslahatan merupakan salah satu
prinsip penerapan hukum dalam islam sehingga isbat nikah merupakan sebuah
kemaslahatan yang diperlukan oleh masyarakat.
PERMENAG
No. 3 Tahun 1975 yang dalam pasal 39 ayat 4 menentukan bahwa jika KUA tidak
bisa membuatkan duplikat akta nikah karena catatannya telah rusak atau hilang
atau karena sebab lain, maka untuk menentukan adanya nikah, talak, cerai, atau
rujuk, harus ditentukan dengan keputusan (dalam arti penetapan) Pengadilan
Agama. “Kewenangan Mahkamah Syar'iyah dalam menangani permohonan itsbat nikah
sama dengan kewenangan Pengadilan Agama di Provinsi lain baik berdasarkan
kompetensi absolut maupun kompetensi relatif” Ujar Ketua Mahkamah Syar’iyah,
Jufri Ghalib. Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 dan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2002 telah menentukan kewenangan
Mahkamah Syar'iyah untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara
dalam bidang : Ahwalul al-Syakhshiyah, Mu'amalah dan Jinayah. “Adapun itsbat
nikah termasuk dalam bidang ahwalul al-syakshiyah”lanjutnya lagi.
Ketua
Mahkamah Syar’iyah Aceh juga memberi
penjelasan tentang ketentuan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
kependudukan dan peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan
Tatacara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Hal
ini dilakukan menurut Jufri Ghalib untuk mewujudkan tertib administrasi
kependudukan secara Nasional guna memberi perlindungan dan pengakuan terhadap
penetuan status pribadi dan status hukum atas peristiwa kependudukan serta peristiwa
penting yang dialami penduduk dan dengan memperhatikan tuntutan masyarakat yang
semakin tinggi mengenai kepastian identitas hukum bagi pasangan suami isteri
yang tidak tercatat di KUA dimana pasangan yang ingin mencatat perkawinannya di
KUA memerlukan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama, “sedangkan mayoritas
permohonan itsbat nikah yang diajukan masyarakat ke Pengadilan Agama melalui
pelayanan terpadu adalah masyarakat tidak mampu secara financil maka
dikeluarkalah Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor Tahun 2004 tentang Tatacara
Pelayanan dan Pemeriksaan Perkara Volunter Intsbat Nikah dalam Pelayanan
Terpadu” tuturnya lagi.
“Tanpa
bermaksud menutup kemungkinan alasan yang lain, biasanya orang memohon
penetapan itsbat nikah karena ingin mendapatkan kutipan buku nikah bagi mereka
yang pernikahannya belum terdaftar, untuk melengkapi dokumen lampiran dalam
pengurusan pensiun bagi mereka yang buku nikahnya telah hilang” cerita Jufri
Ghalib saat ditanya tentang alasan pasangan melakukan Isbat Nikah, Alasan
lainnya diungkapkan oleh Hj.Ainal Mardhiah, S.Sos, MM Kepala Dinas Registrasi Kependudukan Aceh,
bahwa Akta nikah itu nantinya menjadi salah satu syarat penerbitan Akta
Kelahiran bagi anak. “Akta itu penting untuk pengurusan dokumen lainnya nanti,
sehingga juga nantinya hak-hak anak itu terlindungi” tambah kepala dinas paling
bungsu di Aceh itu.
“Mereka
yang selama ini tidak memiliki Kartu Keluarga karena tidak mempunyai Buku
Nikah, setelah adanya penetapan isbat nikah
akan mudah mengurus Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran anak-anak mereka
sehingga sudah tidak kesulitan untuk masuk sekolah, tidak hanya itu calon jamaah
haji yang tidak mempunyai Buku Nikah sangat terbantu dengan itsbat nikah oleh
Pengadilan Agama untuk mengurus paspor”Jelas Ainal Mardhiah tersenyum.
Kepastian
Hukum yang ditimbulkan oleh adanya isbat nikah kepada status perkawinan serta
status anak akan memberikan kepastian hukum juga terkait harta pernikahan itu,
sehingga dengan adanya isbat penyelesaian sengketa harta pernikahan dapat
merujuk kepada perundang undangan yang ada. “ketika hak isteri dan anak tidak
terpenuhi, mereka juga nantinya yang paling dipermasalahkan terkait hak hak
faraid (warisan)” papar Ketua MPU Aceh.
Di
Aceh paska Konflik dan Tsunami didapatkan halsil penelitian bahwa banyaknya
masyarakat yang sudah menikah namun tidak mencatatkan diri atau tidak mempunyai
akta perkawinan. “Pemerintah Aceh dalam hal ini mengambil sebuah tindakan untuk
melindungi rakyatnya dengan pelaksanaan Isbat Nikah Terpadu” Ungkap Syahrizal
Abbar, Kepala Dinas Syariat Islam. “ini sangat penting dan juga bentuk
perlindungan yang diberikan” tuturnya lagi.
***
Isbat
Nikah Massal dan Terpadu
Selasa
tanggal 26 Mei 2015 suasana kantor Bupati Pidie Jaya lebih ramai dari biasanya.
Hari ini akan dilakukan sidang Isbat pernikahan terhadap beberapa pasangan
suami istri. Setelah melakukan verifikasi, akhirnya 25 pasangan yang akan
melakukan persidangan terpadu perdana yang dananya diambil dari kas daerah
Aceh. Namun nantinya 25 pasangan yang terdaftar hanya 24 yang menghadiri acara
yang difasilitasi oleh Dinas Syariat Islam tersebut.
Menurut
Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA “Kegiatan ini merupakan Program Pemerintah Aceh
untuk memberikan perlindungan Hukum terhadap Korban Konflik, Tsunami dan juga
fakir miskin untuk mendapatkan Akta perkawinan dan Akta kelahiran.”pernikahan
yang sah menurut hukum agama namun tidak mempunyai dokumen resmi tidak
mendapatkan pengakuan dari negara memiliki efek juga nantinya” Tambah dosen ini
lagi.
Isbat
Nikah terpadu ini memberikan pelayanan secara One day service dan Free
Service. Tidak hanya itu saat itu Mahkamah Syar’iyah, Departemen Agama
serta Dinas Registrasi penduduk dihardirkan sekaligus. Kegiatan serupa nantinya
juga akan dilaksanakan di Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Jaya dan Aceh Barat
Daya.
“Sebenarnya
Isbat nikah terpadu ini direncanakan dapat dilaksanakan pada tahun 2014 namun
karena keterbatasan dana tertunda setahun” kata Dr. Ali Hamdan MA, Kabid Urais
dan Binsyar Kanwil Departemen Agama Aceh . “Awalnya ada LSM Logika yang
memberikan data hasil penelitian mereka setelah Tsunami tentang adanya warga masyarakat yang tidak mempunyai
akta nikah, jumlahnya pada saat itu ada 3.705 pasangan yang tersebar di
Kabupaten Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Timur dan Aceh Tengah” Sambungnya lagi.
Mengangap
penting mengenai isu hasil penelitian tersebut Kanwil Depag Aceh mengirim tim
ke Jakarta untuk membahas masalah ini lebih lanjut dengan kementerian Agama.
Usulan diterima lalu melalui kantor KUA kecamatan pendataan ulangpun dilakukan
“ ada 11.788 yang berkeinginan mendapatkan akta nikah, namun baru 2.181 yang
terpenuhi”Ungkap Ali Hamdan.
Prosedur
pelaporan dilakukan secara berjenjang yaitu kantor urusan agama di kecamatan
melaporkan ke kantor Departemen Agama di Kabupaten/Kota kemudian ke Kantor
Wilayah Departemen Agama Provinsi Aceh dan terakhir akan dilaporkan kepada
Dinas Syariat Islam selaku fasilitator pelaksanakan Isbat nikah secara terpadu.
Kabupaten
Aceh Barat Daya adalah lokasi pertama pelaksanaan Isbat nikah massal dan
terpadu namun saat itu masih menggunakan dana dari anggaran Kabupaten belum
menggunakan uang yang dikeluarkan olehPemerintah Aceh. Pelaksanaannya ketika
itu di bantu oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat. Program ini
dianggap penting karena “membantu pasangan yang telah menikah tanpa akta
mendapatkan hak mereka sebagai warga negara terlebih lagi jika anak mereka
nantinya ingin melanjutkan jenjang pendidikan”tutur Ali Hamdan Lagi. Isbat
nikah terpadu dilakukan dikarena waktu konflik dan Tsunami banyak kantor KUA
yang tidak berfungsi.
2.181
buku nikah yang sudah dikeluarkan sampai pertengahan tahun 2015 ini nantinya
akan ada permintaan pertambahan jika permintaan melebihi. “kalau untuk isbat
nikah terpadu ini sudah pengecualian karena ada dalam permintaan yang khusus,
untuk tahun ini ada 400 buku yang diangarkan”terang Ali Hamdan.
Pada
hari dilaksanakan Isbat Nikah para pasangan yang sudah menikah itu akan
melewati tiga meja. meja pertama adalah persidangan untuk mendapatkan amar
putusan pembuktian bahwa telah menikah sesuai hukum agama Islam yang
diselengarakan oleh Mahkamah Syar’iyah, lalu ke meja pencatatan akta nikah
(buku nikah) yang diselengarakan oleh Departemen Agama (KUA) yang terakhir
tempat untuk membuat akta kelahiran anak oleh Disbudukcapil (Dinas Registrasi Kependudukan Aceh).
Ketua
Mahkamah Syar’iyah Drs. H. Jufri Ghalib, SH., MH menjelaskan tupoksinya yang
terkait dengan itsbat nikah, yaitu menaksir biaya perkara isbat nikah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, melakukan regestrasi perkara
permohonan itsbat nikah yang telah memenuhi syarat, menetapkan hakim yang
bersidang untuk setiap perkara, menjadwalkan hari sidang, melakukan panggilan
pemohon untuk sidang. “kemudian
menyelenggarakan persidangan pada hari yg telah ditentukan untuk
mendengar dan mengkomfirmasi permohonan itsbat nikah pada pemohon, mendengar
saksi-saksi yang diajukan oleh pemohon dan mengeluarkan penetapan itsbat nikah
dengan menyerahkan satu examplar salinannya kepada Pemohon sebagai dasar untuk
pendaftaran nikahnya pada KUA Kecamatan setempat” katanya lagi.
Pada
tanggal 26 mei 2015 itu tidak hanya KUA yang mengeluarkan Akta Nikah, namun ada
juga 54 Akte kelahiran yang diterbitkan kepada putra-putri pasangan yang hadir.
“Biasanya akte kelahiran itu tidak bisa dikeluarkan begitu saja tetap saja
harus memenuhi syarat dan kemudian di verifikasi yang waktu bisa mencapai
sebulanan tergantung pada pemenuhan syarat”Ungkap Hj. Ainal Mardhiah, S.Sos, MM.
Terkait
penyediaan blangko akte kelahiran Ainal Mardhiah mengakui bahwa bahwa setiap
tahunnya penyediaan sudah terpenuhi “namun dikarenakan ada isbat nikah terpadu
ini blangkonya diperbanyak dan akan diterus dipantau dan dilihat sehingga kalau
sudah habis langsung dikirim lagi”. “karena masih ada beberapa kabupaten dan
kota lainnya yang akan melaksanakan dan dimasing-masing tempat ada 25 pasangan
maka blangko akan terus dipenuhi sesuai kebutuhan”Sambungnya lagi.
Adanya
KK (Kartu Keluarga), KTP dan adanya catatan kelahiran oleh saksi apakah orang
tersebut membantu proses kelahiran, mengetahui kelahiran anak seperti keluarga
atau tokoh masyarakat merupakan syarat yang diperlukan untuk mengeluarkan
sebuah akte kelahiran. “Masyarakat sangat antusias dengan adanya proses isbat
nikah terpadu ini selain tanpa biaya namun proses yang cepat menambah baiknya
respon yang diberikan”kata Ainal Mardhiah. Menurutnya walaupun seluruh
pembuatan dokumen kependudukan itu gratis setelah adanya UU No 24 tahun 2013
namun untuk mengelar sidang isbat nikah ada biaya yang harus diberikan kepada
pengadilan yang nantinya terkait dana persidangan diluar persidangan.
Hal
yang serupa juga disampaikan Jufri Ghalib terkait dengan dana yang harus
dikeluarkan terkait digelarnya sidang Isbat Nikah.” Mengenai biaya yang
diperlukan untuk disetor ke rekening biaya perkara pada bank yang ditunjuk oleh
Mahkamah Syar'iayah (MS) setempat berikut rinciannya” Terang Jufri Ghalib. Pada
persidangan isbat nikah biasanya biaya yang yang harus dikeluarkan yaitu:
a.
Biaya pendapatan negara nontax (PNBP) yang harus disetor ke kas
negara,
terdiri dari :
biaya pendaftaran Rp 30.000,-
biaya redaksi Rp 5000,-
b.
Biaya materai Rp 6000,-
c.
Biaya ATK Rp 50.000,-
d.
Biaya panggilan pemohon, terdekat Rp 75.000,- terjauh Rp 150.000,- (wilayah
Mahkamah Syar’iyah (MS) Calang ). Besarannya tidak sama untuk setiap MS,
tergantung pada Penetapan Biaya Perkara yang dibuat oleh Ketua MS yang berlaku
untuk wilayah yurisdiksinya masing-masing untuk jangka waktu minimal satu
tahun.
Hal
lainnya yang perlu diketahui terkait isbat nikah:
a.
Permohonan itsbat nikah harus diajukan oleh kedua belah
pihak (suami dan isteri) secara langsung.
b. Perkara
volunter itsbat nikah yang diperiksa dan dilaksanakan dalam pelayanan terpadu
dapat disidangkan dengan Hakim Tunggal.
c. Jurusita
dapat menyerahkan relaas panggilan sidang kepada para pemohon secara kolektif
melalui instansi / pelaksana yang bertanggungjawab melaksanakan pelayanan
terpadu.
d.
Untuk pembukuan biaya panggilan, yang dimasukkan dalam buku jurnal adalah
panggilan radius terjauh / tersulit, apabila radiusnya sama maka hanya salah
satu biaya panggilan sedangkan yang lain diisi nihil.
e. Permohonan perkara voluntair itsbat nikah yang
dikabulkan langsung mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde)
sesaat setelah penetapan tersebut diucapkan.
Pentingnya
kebutuhan dokumen terkait pernikahan membuat Pemerintah sangat peduli terhadap
tersediannya dokumen pernikahan selain itu terus perlunya ada pembekalan kepada
penyuluh agama di gampong-gampong tak hanya kepada da’i saja.”kita selalu
mencoba meyakinkan masyarakat bahwa setiap perbuatan hukum dalam syariat juga
mengikut sertakan hukum agama”ujar Syahrizal Abbas.”menurut data yang diperoleh
hampir lima ribu pasangan di Aceh menikah tidak tercatat namun nikah isbat
nikah terpadu pada tahun 2015 hanya tersedia dana untuk 150 KK saja sedangkan
nantinya di tahun 2016 jumlahnya akan dipertimbangkan lagi” lanjutnya lagi.
Pembatasan
jumlah ini dikarena isbat nikah terpadu mempunyai sistem yang berbeda. Isbat
nikah biasa permohonannya langsung diajukan oleh pemohon ke Mahkamah Syar'iyah
dan sidangnya dilakukan di kantor Mahkamah Syar'iyah atau tempat lain yang
ditentukan oleh Mahkamah Syar'iyah dalam kegiatan sidang keliling (sidang di
luar gedung pengadilan). “Sedangkan itsbat nikah terpadu pelaksanaan dan
pembiayaannya dikoordinir oleh Pemerintah Daerah atau Lembaga Swadaya
Masyarakat secara terpadu untuk mempercepat proses penerbitan identitas hukum
kepada masyarakat di mana intansi terkait yang berwenang seperti Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil, KUA yang dikoordinir Kementerian Agama Kab/Kota
dan Mahkamah Syar'iyah Kab/Kota bekerja satu atap dalam sebuah tim di tempat
yang
telah disepakati sebelumnya”papar Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Kabid
Urais dan Binsyar Kanwil Depag Aceh mengharapkan masyarakat yang belum memiliki
akta nikah untuk segara melapor “Jangan ragu.” Hal yang serupa juga disampaikan
oleh kepala Dinas Syariat Islam Aceh “kepada masyarakat harap melapor kepada
kantor depag kabupaten atau kota.” “kepada semua stekholder juga memberi
pemahaman bahwa penyediaan dokumen hukum ini sangat penting sehingga demi
kemaslahatan bersama untuk juga mengangarkan dana disetiap kabupaten dan kota”
lanjutnya lagi.
Ketua
Mahkamah Syar’iyah juga menghimbau kepada masyarakat yang kutipan buku nikahnya
sudah hilang atau rusak akibat kebakaran, kebanjiran, tsunami atau dimakan
rayap untuk segera meminta duplikatnya di KUA Kec tempat ia melangsungkan
nikah. Apabila di kantor KUA tidak ditemukan lagi data pernikahannya maka
segera mengajukan permohonan itsbat nikah ke Mahkamah Syar’iyah supaya setelah
mendapatkan penetapan isbat nikah dapat didaftarkan ulang dan dikeluarkan
kutipan buku nikah baru oleh KUA. Sedangkan bagi mereka yang belum sempat
mendaftarkan nikahnya di KUA akibat konflik dan gangguan keamanan maka segera
mengajukan permohonan isbat nikah secara terpadu atau biasa. “Untuk diketahui
bahwa pelayanan itsbat nikah secara terpadu hanya dilaksanakan pada masa
tanggap darurat saja dengan batas waktu tertentu dalam rangka melayani itsbat
nikah terhadap pernikahan yang berlangsung pada saat konflik atau di tempat
yang KUA nya tidak berfungsi karena bencana alam atau sebab lainnya”Sambung
Jufri Ghalib lagi.
Not : Tulisan ini sudah dimuat pada Majalah Santunan Edisi 2 Juli 2015
Assalamualaikum kak :D
BalasHapusBoleh minta emailnya kak? :)> Salam kenal saya Sally dari Aceh tamiang :)
nice share gan, keren infonya, thanks
BalasHapussouvenir pernikahan unik