Jumat, 27 Desember 2013

Anak Antara Tontonan Dewasa (Opini)


Di Aceh dulunya setiap selesai shalat maghrib rumah-rumah penduduk terdengar suara anak-anak yang mengaji tapi apa yang terjadi sekarang suara televisilah yang lebih dominan terdengar. makanya jangan heran banyak anak aceh yang tidak bisa mengaji dan butuh waktu untuk bekajar lebih lama dibandingkan dulu dan semakin sedikit anak yang masih mau di antar kan ke TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) oleh orang tua nya.
            Eli Zabeth B. Hurlock pakar psikologi perkembangan menuturkan bahwa pengaruh televisi baik dan buruknya ditentukan oleh jumlah bimbingan dan pengawasan yang dilakukan anak yang menonton televisi, bagaimana jadinya kalau itu tidak diawasi?.
            Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negative siaran televisi. Data tahun 2002 mengenai jumlah menonton televisi pada anak Indonesia sekirat 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/tahun. Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 100 jam/tahun. Bahkan anak-anak di Indonesia merupakan penonton televisi terlama di susul Amerika, Australia dan yang paling rendah adalah Kanada, apa yang terjadi bila anak-anak terus menonton televisi?
            Anak terlalu lama menonton, padahal tidak semua acara televisi aman bagi anak-anak. Bahkan “kidia” mencatat bahwa pada tahun 2004, acara yang aman bagi anak hanya sekitar 15 persen saja.
            kalau dibandingkan dengan dulu acara televisi yang aman bagi anak  semakin berkurang. Dulu berbagai macam acara pilihan untuk anak banyak, mulai dari sinetron keluarga cemara, tralala-trilili yang dipandu oleh Agnes Monica waktu kecil, sampai penyanyi anak yang bertaburan, mulai dari Sherina, Joshua, Chikita Maidi, Meisy sampai Trio Kwek-Kwek. lagu yang ditawarkanpun mencerminkan kecerian anak, mulai dari lagu air, surga ditelapak kaki ibu, sembilan malaikat sampai lagu kebunku yang dipopulerkan oleh Maisy. Sekarang hampir tidak dijumpai lagi lagu anak, walaupun yang bernyanyi masih anak-anak. Jadi anak sekarang sepertinya di “karbit” atau dipaksa dewasa sebelum waktunya. jadi wajar anak SD pun sekarang sudah mengerti apa itu pacaran, apa itu gaul?
Menurut ketua komisi nasioanal perlindungan anak, Seto Mulyadi pada tahun 2007 berdasarkan data dari Depkomimfo (Departeman komunikasi dan informatika) sinetron mendomonasi tayangan televisi , sedangkan tayangan yang mengandung edukasi hanya 0,07 persen. jika tontonan  di dominasi oleh tayangan yang tidak bersifat edukatif hal tersebut melanggar hak anak, aspek negatif dari tayangan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Karena semenjak anak-anak sudah dijajali dengan tanyangan yang berbau negative. Contohnya saja di televisi tokoh anak remaja di sekolah mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan baju sekolah yang sebenarnya.
Selanjutnya menurut Seto, kontes menyanyi anak-anak yang ada saat ini di berbagai stasiun televisi dapat membuat anak jadi lebih cepat dewasa. Seorang anak tampil seperti seorang dewasa dan menyanyikan lagu-lagu dewasa. Hal ini berdampak pada psikoseksual anak, seorang anak jadi lebih cepat dewasa, tetapi tidak siap menghadapi perubahan.
Dampak lainnya adalah terlalu banyak menonton acara televisi berpengaruh terhadap perkembangan otak, bisa menghambat kemampuan membaca verbal, perkembangan bicara, pemahaman meningkatkan agresivitas, kekerasan pada anak yang berumur 1 sampai 3 tahun. Sedangkan pada anak yang berumur 5-10, tidak mampu membedakan antara realitas dan kenyataan. Terlalu sering menonton dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreatifitas dan perkembangan kognitifnya.
Arch Pediatr Adolesc Med pada tahun 2005 membuat penelitian yang hasilnya menonton televisi saat masa anak-anak dan remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan akademis pada usia 26 tahun. Sedangkan peneliti yang lain mengenai pengaruh televisi terhadap IQ anak, mendapatkan hasil bahwa anak diusia 3 tahun yang menonton  setiap jamnya ternyata hasil uji membacanya turun, uji membaca konprehensif turun begitu juga dengan memori otak.
Anak yang sering menonton  juga mengalami masalah pada pola tidurnya seperti sering bangun terlamabat, terlambat tidur, kurang tidur bahkan tidak bisa tidur, cemas tanpa sebab, terbangun tengah malam dan mengantuk pada siang hari.
 Banyak ibu yang mungkin gusar karena anaknya terlalu banyak nonton televisi dan banyaknya acara yang berpengaruh buruk terhadap anak, hanya saja kegusaran kaum ibu ini tidak pernah dipublikasikan. Di Venesuella, kegusaran orang terhadap tanyangan televisi direspon oleh pemerintah. Baru-baru ini pemerintah Venezuella menarik film kartun amerika the Simpson karena menurut orang tua disana kehidupan keluarga amerika digambarkan diserial kartun itu berdampak negative terhadap perkembangan anak, tapi di Indonesia serial itu baru saja diputar oleh salah satu televisi swasta. Belum lagi adanya film kartun anak yang berbau dewasa, sinetron yang berbau mistis yang dibintangi bintang anak semakin banyak tanyangan anak yang berdampak negatif.
Data AGB Nielsen media research per april 2008, 21% pemirsa televise adalah anak-anak yang berusia 5-14 tahun yang merupakan hasil survey dari 10 kota.anak-anak menonton terutama pada jam 06.00 sampai 10.00 dan antara jam 12.00 sampai jam 21.00. pada jam tanyangan utama (18.00-21.00) ada 1.4 juta anak-anak diantara 42.6 juta populasi yang menonton. Lebih tinggi 15 persen dari tahuin yang lalu. Jadi jangan heran kalau anak sekarang lebih cepat dewasa pikirannya, dan tingkat kriminalitas yang dilakukan anak semakin bertambah setiap tahunnya.
Televisi juga bisa mendidik anak untuk menjadi seorang Psikopat dengan membiarkan anak-anak melihat adegan kekerasan, perang, kriminalitas, dan pelecehan seksual, maka anak saat dewasa bisa saja terganggu psikisnya. Di Amerika film yang berbau kekerasan hanya boleh di tonton oleh anak yang berusia 15 tahun keatas.menonton acara yang memperlihatan kekerasan secara terus-menerus bahkan saat ketika anak yang sedang tidur didekat televisi yang memutar adegan kekerasan, akan merangsang kinerja otak bawah sadarnya. Sehingga sadar atau tidak anak akan cenderung mempraktekannya bahkan sampai dewasa. Di luar negeri orang tua memperhatikan tontonan anaknya. Bagaimana dengan Indonesia anda tentu dapat menilainya sendiri.
            Ada sebuah teori klasik dalam komunikasi massa yaitu Teori Peluru (Bullet Theory) yang disebut juga teori jarum suntik. Teori ini mengatakan bahwa efek komunikasi atau media kepada masyarakat adalah seperti seseorang menembakkan peluru atau dokter yang menyuntik pasiennya: langsung kena. Teori ini banyak dikritik lantaran menganggap masyarakat sebagai pemirsa yang pasif dan tidak memiliki pilihan. Namun, untuk konteks masyarakat Indonesia teori ini amat sangat benar. Kebanyakan masyarakat kita memang orang-orang yang ''tidak memiliki pilihan.'' Masyarakat kita masih sangat dikendalikan oleh stimulus dan akan selalu di ikuti oleh respoin selanjutnya. Teori ini mengemukakan kekuatan media yang begitu dahsyat hingga bisa memegang kendali pikiran khalayak yang pasif tak berdaya. Kekuatan media yang mempengaruhi khalayak ini beroperasi seperti jarum suntik, tidak kelihatan namun berefek.

Di desa Manee, Geumpang, Pidie ada peraturan yang nengatur tentang jam berapa anak bisa menonton televisi dan jam berapa anak harus mengaji dan belajar. Pengumuman ini ditempelkan di tempat-tempat umum seperti kedai dan meunasah. Kelangsungan progam ini juga selalu di awasi dan yang melanggar akan di kenakan denda.  Manee sudah bergerak, kapan daerah lain Aceh akan menyusul?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar