Di Aceh dulunya setiap selesai shalat
maghrib rumah-rumah penduduk terdengar suara anak-anak yang mengaji tapi apa
yang terjadi sekarang suara televisilah yang lebih dominan terdengar. makanya
jangan heran banyak anak aceh yang tidak bisa mengaji dan butuh waktu untuk
bekajar lebih lama dibandingkan dulu dan semakin sedikit anak yang masih mau di
antar kan ke TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) oleh orang tua nya.
Eli
Zabeth B. Hurlock pakar psikologi perkembangan menuturkan bahwa pengaruh televisi
baik dan buruknya ditentukan oleh jumlah bimbingan dan pengawasan yang
dilakukan anak yang menonton televisi, bagaimana jadinya kalau itu tidak
diawasi?.
Anak
merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negative siaran
televisi. Data tahun 2002 mengenai jumlah menonton televisi pada anak Indonesia
sekirat 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/tahun. Angka ini jauh lebih besar
dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 100 jam/tahun. Bahkan
anak-anak di Indonesia merupakan penonton televisi terlama di susul Amerika,
Australia dan yang paling rendah adalah Kanada, apa yang terjadi bila anak-anak
terus menonton televisi?
Anak
terlalu lama menonton, padahal tidak semua acara televisi aman bagi anak-anak.
Bahkan “kidia” mencatat bahwa pada tahun 2004, acara yang aman bagi anak hanya
sekitar 15 persen saja.
kalau
dibandingkan dengan dulu acara televisi yang aman bagi anak semakin berkurang. Dulu berbagai macam acara
pilihan untuk anak banyak, mulai dari sinetron keluarga cemara, tralala-trilili
yang dipandu oleh Agnes Monica waktu kecil, sampai penyanyi anak yang
bertaburan, mulai dari Sherina, Joshua, Chikita Maidi, Meisy sampai Trio Kwek-Kwek.
lagu yang ditawarkanpun mencerminkan kecerian anak, mulai dari lagu air, surga
ditelapak kaki ibu, sembilan malaikat sampai lagu kebunku yang dipopulerkan
oleh Maisy. Sekarang hampir tidak dijumpai lagi lagu anak, walaupun yang
bernyanyi masih anak-anak. Jadi anak sekarang sepertinya di “karbit” atau
dipaksa dewasa sebelum waktunya. jadi wajar anak SD pun sekarang sudah mengerti
apa itu pacaran, apa itu gaul?
Menurut ketua komisi nasioanal perlindungan
anak, Seto Mulyadi pada tahun 2007 berdasarkan data dari Depkomimfo (Departeman
komunikasi dan informatika) sinetron mendomonasi tayangan televisi , sedangkan
tayangan yang mengandung edukasi hanya 0,07 persen. jika tontonan di dominasi oleh tayangan yang tidak bersifat
edukatif hal tersebut melanggar hak anak, aspek negatif dari tayangan
menurunkan kualitas sumber daya manusia. Karena semenjak anak-anak sudah
dijajali dengan tanyangan yang berbau negative. Contohnya saja di televisi
tokoh anak remaja di sekolah mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan baju
sekolah yang sebenarnya.
Selanjutnya menurut Seto, kontes
menyanyi anak-anak yang ada saat ini di berbagai stasiun televisi dapat membuat
anak jadi lebih cepat dewasa. Seorang anak tampil seperti seorang dewasa dan
menyanyikan lagu-lagu dewasa. Hal ini berdampak pada psikoseksual anak, seorang
anak jadi lebih cepat dewasa, tetapi tidak siap menghadapi perubahan.
Dampak lainnya adalah terlalu banyak
menonton acara televisi berpengaruh terhadap perkembangan otak, bisa menghambat
kemampuan membaca verbal, perkembangan bicara, pemahaman meningkatkan
agresivitas, kekerasan pada anak yang berumur 1 sampai 3 tahun. Sedangkan pada
anak yang berumur 5-10, tidak mampu membedakan antara realitas dan kenyataan.
Terlalu sering menonton dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki
pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan
mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreatifitas dan perkembangan
kognitifnya.
Arch Pediatr Adolesc Med pada tahun
2005 membuat penelitian yang hasilnya menonton televisi saat masa anak-anak dan
remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan akademis pada usia 26 tahun.
Sedangkan peneliti yang lain mengenai pengaruh televisi terhadap IQ anak,
mendapatkan hasil bahwa anak diusia 3 tahun yang menonton setiap jamnya ternyata hasil uji membacanya
turun, uji membaca konprehensif turun begitu juga dengan memori otak.
Anak yang sering menonton juga mengalami masalah pada pola tidurnya
seperti sering bangun terlamabat, terlambat tidur, kurang tidur bahkan tidak
bisa tidur, cemas tanpa sebab, terbangun tengah malam dan mengantuk pada siang
hari.
Banyak ibu yang mungkin gusar karena anaknya
terlalu banyak nonton televisi dan banyaknya acara yang berpengaruh buruk
terhadap anak, hanya saja kegusaran kaum ibu ini tidak pernah dipublikasikan.
Di Venesuella, kegusaran orang terhadap tanyangan televisi direspon oleh
pemerintah. Baru-baru ini pemerintah Venezuella menarik film kartun amerika the
Simpson karena menurut orang tua disana kehidupan keluarga amerika digambarkan
diserial kartun itu berdampak negative terhadap perkembangan anak, tapi di
Indonesia serial itu baru saja diputar oleh salah satu televisi swasta. Belum
lagi adanya film kartun anak yang berbau dewasa, sinetron yang berbau mistis
yang dibintangi bintang anak semakin banyak tanyangan anak yang berdampak
negatif.
Data AGB Nielsen media research per
april 2008, 21% pemirsa televise adalah anak-anak yang berusia 5-14 tahun yang
merupakan hasil survey dari 10 kota.anak-anak menonton terutama pada jam 06.00
sampai 10.00 dan antara jam 12.00 sampai jam 21.00. pada jam tanyangan utama
(18.00-21.00) ada 1.4 juta anak-anak diantara 42.6 juta populasi yang menonton.
Lebih tinggi 15 persen dari tahuin yang lalu. Jadi jangan heran kalau anak
sekarang lebih cepat dewasa pikirannya, dan tingkat kriminalitas yang dilakukan
anak semakin bertambah setiap tahunnya.
Televisi juga bisa mendidik anak untuk
menjadi seorang Psikopat dengan membiarkan anak-anak melihat adegan kekerasan,
perang, kriminalitas, dan pelecehan seksual, maka anak saat dewasa bisa saja
terganggu psikisnya. Di Amerika film yang berbau kekerasan hanya boleh di
tonton oleh anak yang berusia 15 tahun keatas.menonton acara yang memperlihatan
kekerasan secara terus-menerus bahkan saat ketika anak yang sedang tidur
didekat televisi yang memutar adegan kekerasan, akan merangsang kinerja otak
bawah sadarnya. Sehingga sadar atau tidak anak akan cenderung mempraktekannya bahkan
sampai dewasa. Di luar negeri orang tua memperhatikan tontonan anaknya.
Bagaimana dengan Indonesia anda tentu dapat menilainya sendiri.
Ada
sebuah teori klasik dalam komunikasi massa yaitu Teori Peluru (Bullet Theory)
yang disebut juga teori jarum suntik. Teori ini mengatakan bahwa efek
komunikasi atau media kepada masyarakat adalah seperti seseorang menembakkan
peluru atau dokter yang menyuntik pasiennya: langsung kena. Teori ini banyak
dikritik lantaran menganggap masyarakat sebagai pemirsa yang pasif dan tidak
memiliki pilihan. Namun, untuk konteks masyarakat Indonesia teori ini amat
sangat benar. Kebanyakan masyarakat kita memang orang-orang yang ''tidak
memiliki pilihan.'' Masyarakat kita masih sangat dikendalikan oleh stimulus dan
akan selalu di ikuti oleh respoin selanjutnya. Teori ini mengemukakan kekuatan
media yang begitu dahsyat hingga bisa memegang kendali pikiran khalayak yang
pasif tak berdaya. Kekuatan media yang mempengaruhi khalayak ini beroperasi
seperti jarum suntik, tidak kelihatan namun berefek.
Di desa Manee, Geumpang, Pidie ada
peraturan yang nengatur tentang jam berapa anak bisa menonton televisi dan jam
berapa anak harus mengaji dan belajar. Pengumuman ini ditempelkan di
tempat-tempat umum seperti kedai dan meunasah. Kelangsungan progam ini juga
selalu di awasi dan yang melanggar akan di kenakan denda. Manee sudah bergerak, kapan daerah lain Aceh
akan menyusul?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar