Sabtu, 15 Maret 2014

Habis-habisan Menjelang Ujian (Reportase)

SETELAH melewati satu semester lebih belajar di Korea Selatan (Korsel), satu kata yang tepat untuk diucapkan bahwa belajar di sini memang keras! Saat ujian diwarnai dengan menjawab banyak soal dalam waktu yang terbatas.

Olivia, teman sekaligus roomeet saya, bercerita bagaimana kerasnya sistem pendidikan di Negeri Gingseng ini sehingga tak sedikit yang kemudian mengakhiri hidup dengan bunuh diri karena gagal atau memperoleh nilai kurang dari yang dia inginkan.
Awalnya saya lumayan terkejut dengan cara teman sekamar saya belajar. Berbeda sekali dibanding dengan cara belajar beberapa teman saya saat di Aceh yang boleh dikatakan banyak yang belajar dengan pola SKS (sistem kebut semalam). Tapi tidak demikian yang saya lihat di Korsel ini. Para mahasiswanya mempersiapkan diri jauh-jauh hari dan terkesan sangat serius.
Saya tinggal di asrama yang aturannya ketat. Tapi menjelang ujian beberapa peraturan ditiadakan, seperti night roll call (absen malam), sehingga mahasiswa bisa berada di perpustakaan hingga larut malam.
Di sisi lain, hujan salju dan dingin tak membuat mereka bermalas-malasan belajar. Sepulang dari perpustakaan tengah malam pun masih mereka lanjutkan lagi dengan belajar di kamar, padahal ujian baru akan berlangsung dua pekan lagi.
Cara mereka belajar juga unik, dengan kondisi yang harus benar-benar tenang. Setumpuk makanan disiapkan di meja dan selalu mengundang rasa lapar. Pernah suatu kali di tengah malam Olivia merasa sangat lapar dan mengajak saya memesan ayam goreng.
Di lain waktu saya melihat bagaimana mereka memaksimalkan waktu dengan mandi tengah malam dan paginya hanya menyikat gigi saja sehingga punya tambahan waktu untuk belajar.
Pada saat sekolah menengah mereka belajar hampir 14 jam setiap harinya, berangkat pagi ke sekolah, sore les, dan pulang menjelang tengah malam. Sesampai di rumah masih harus mengerjakan PR. Semua itu mereka lakukan dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh nilai yang tinggi dengan harapan bisa masuk kuliah di kampus bergengsi. Tak jarang juga para orang tua memenuhi permintaan anak mereka yang lulus dengan nilai terbaik berupa hadiah menarik, termasuk operasi plastik.
Beberapa pendapat malah mengatakan bahwa Korsel mengalami over education. Bahkan ada yang mengabarkan, tukang roti yang paling terpelajar di dunia justru adanya di Korsel.
Menurut sebuah survei, 82% penduduk Korsel mengikuti tertiary education (universitas, college, dan lain-lain). Korsel masih merupakan negara yang miskin sampai awal ‘80-an karena perang saudara, namun mereka berkembang cukup pesat setelah itu. Salah satunya karena ditunjang oleh sistem pendidikan yang disiplin dan kompetitif.
Ada banyak hal menarik tentang sistem pendidikan Korsel. Salah satunya tentang College Scholastic Ability Test/CSAT atau lebih dikenal dengan nama suneung (ujian standar untuk masuk perguruan tinggi  yang dikelola oleh Institut Kurikulum dan Evaluasi Korea) yang diadakan setiap bulan November.
Uniknya pada hari dilaksanakan ujian tersebut pasar saham akan dibuka terlambat, bus dan subway akan ditambah armada dan jam operasinya sehingga peserta tidak terlambat. Bahkan terkadang calon mahasiswa mendapat pengawalan polisi menuju lokasi ujian.
Orang tua dan para junior akan datang memberikan semangat kepada peserta ujian dengan membawa spanduk. Bahkan para artis K-Pop akan membuat video untuk mendukung mereka yang ikut ujian.
Suneung ini memegang peran penting dalam dunia pendidikan Korsel karena dengan hasil ini mereka bisa masuk perguruan tinggi favorit. Ujian ini juga digambarkan sebagai kesempatan untuk membuat kebangggan atau kehancuran masa depan seseorang. Survei yang dilakukan beberapa tahun lalu membuktikan, 200 siswa Korsel bunuh diri setiap tahun karena gagal di ujian ini.
Bagi mereka ini satu kesempatan besar untuk mengubah masa depan ditambah lagi dengan besarnya tekanan keluarga dan lingkungan. Mereka yang tidak lulus diwajibkan mengulang lagi tahun depan. Jadi, di sini tak ada istilah “beli kursi” yang di Indonesia istilah itu justru sering kita dengar.
Pernah suatu hari ketika menumpang subway secara tak sengaja saya dengar para ibu saling membanggakan anak mereka yang lulus perguruan tinggi ternama.
Berbicara tentang sistem belajar antara Indonesia dan Korsel, membandingkan antara saya dengan Olivia, kerap membuat saya malu. Semangat belajar mereka luar biasa. Namun, saya juga bersyukur karena kita punya banyak pilihan dalam belajar. 

#Tulisan Ini Sudah Dipublikasikan Di Harian Serambi Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar